Menyikapi Pelemahan Rupiah dan Paket Kebijakan Ekonomi
Saya pikir penurunan rupiah tersebut bukanlah hal yang harus dibesar-besarkan, pemerintah akan melakuan upaya apapun untuk menjaga rupiah.
- Menteri Koordinator Perekonomian, Sofyan Djalil
Saya sepakat dengan hal tersebut karena pada dasarnya penyebab pelemahan rupiah hari ini masih sama yaitu ketidakpastian ekonomi global. Persoalan sepeti Yunani yang belum tuntas dan kondisi ekonomi Amerika Serikat sangat berpengaruh terhadap gejolak rupiah. Adanya spekulasi kenaikan suku bunga
Bank Sentral Amerika (The Fed) seiring mulai membaiknya perekonomian
Negeri Paman Sam dan banyaknya permintaan dollar AS untuk
membayar utang, terutama pihak swasta, juga turut menekan rupiah.
Perbedaan pelemahan Rupiah yang dirasakan saat ini juga berbeda dengan yang terjadi pada tahun 1998 ataupun 2008.
Pada tahun 1998 fundamental ekonomi Indonesia sangat tidak baik, cadangan devisa pernah
menyentuh 10 miliar dollar AS hingga 15 juta dollar AS, dan rasio utang
terhadap gross domestic product (GDP) atau produk domestik bruto (PDB) sempat melambung ke posisi 60 persen diperparah dengan sistem perbankan yang amburadul, ketika bank-bank melakukan pembiayaan
terhadap grup bisnisnya sendiri secara berlebihan dengan dana yang
diperoleh dari utang dalam mata uang asing.
Pada tahun 2008 dimana secara mendadak rupiah melemah 39 persen hanya dalam tempo tiga bulan dari Rp 9.073 per dollar AS menjadi Rp 12.650 per dollar AS. Jadi, wajar
menimbulkan guncangan dahsyat dalam perekonomian domestik.
Sementara itu, depresiasi rupiah
pada tahun 2015 secara gradual sejak tahun 2011 namun pelaku ekonomi masih mampu beradaptasi dengan baik
dan belum pada level ketakutan luar biasa. Namun, level rupiah tersebut belum dapat dipastikan sampai level berapa rupiah berhenti melemah.
Uniknya harga saham dan obligasi pemerintah saat ini masih menunjukkan kinerja positif . Umumnya ketika rupiah
terpuruk, akan diikuti rontoknya harga saham dan obligasi. Fenomena
janggal ini sebaiknya harus disikapi dengan hati-hati, bukan tidak
mungkin keterpurukan rupiah
yang terlalu lama, akhirnya akan berimbas buruk ke pasar saham dan
obligasi. Kemudian merambat ke sektor perbankan dan perekonomian secara
keseluruhan.
Arus modal asing terus mengalir di saham dan obligasi serta investasi langsung (FDI),di saham, nilai beli bersih investor asing sebesar
Rp 10,3 triliun (sampai 5 Maret 15), sedangkan kepemilikan asing di
obligasi pemerintah terus meningkat menjadi Rp 508 triliun (40 persen
dari total obligasi).Melihat arus modal asing tersebut, diharapkan rupiah
terapresiasi karena peningkatan suplai dollar AS. Apalagi, data Neraca Perdagangan Indonesia pada Agustus 2015 masih tercatat surplus sebesar 0,43 miliar dolar AS walaupun rendah dibanding surplus Juli 2015 sebesar 1,39 miliar dolar AS.
Tak bisa dipungkiri meski pemerintah telah berusaha keras menstabilkan rupiah, sedikitnya lima perusahaan di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat telah menjadi korban imbas keterpurukan mata uang garuda. Hal ini menunjukan bahwa tekanan yang dihadapi rupiah sangat kuat dan pemerintah sadar yang kini jadi sasaran adalah menjaga daya beli masyarakat yang menurun sejak semester I-2015.
Daya beli atau konsumsi masyarakat kelas menengah ke bawah sangat penting karena akan mampu menopang perekonomian yang saat ini sedang melemah. Pemerintah akhirnya mengeluarkan paket kebijakan ekonomi untuk mendorong roda ekonomi dalam negeri, salah satunya menjaring dana asing untuk berinvestasi di Indonesia.
Tentunya paket kebijakan itu tak akan pernah berhasil apabila tak ada kerjasama yang solid diantara aparat pemerintah pusat hingga daerah. Implementasi kebijakan tersebut diturunkan ke seluruh aparatur negara mulai dari Presiden, Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota, Camat, hingga Lurah memiliki peran yang sama.
Dengan mengetahui langkah yang dilakukan pemerintah, alangkah baiknya apabila kita juga dapat mengawalnya dan menenangkan pasar dan pelaku ekonomi dari kepanikan muncul berlebihan.
Sumber : Daya beli atau konsumsi masyarakat kelas menengah ke bawah sangat penting karena akan mampu menopang perekonomian yang saat ini sedang melemah. Pemerintah akhirnya mengeluarkan paket kebijakan ekonomi untuk mendorong roda ekonomi dalam negeri, salah satunya menjaring dana asing untuk berinvestasi di Indonesia.
Tentunya paket kebijakan itu tak akan pernah berhasil apabila tak ada kerjasama yang solid diantara aparat pemerintah pusat hingga daerah. Implementasi kebijakan tersebut diturunkan ke seluruh aparatur negara mulai dari Presiden, Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota, Camat, hingga Lurah memiliki peran yang sama.
Dengan mengetahui langkah yang dilakukan pemerintah, alangkah baiknya apabila kita juga dapat mengawalnya dan menenangkan pasar dan pelaku ekonomi dari kepanikan muncul berlebihan.
http://bisniskeuangan.kompas.com/tag/rupiah
http://www.tribunnews.com/topics/gejolak-rupiah
0 komentar: